Kok Sekarang Banyak yang Lebih Percaya Influencer daripada Dosen atau Ahli?

Kok Sekarang Banyak yang Lebih Percaya Influencer daripada Dosen atau Ahli?

Kok Sekarang Banyak yang Lebih Percaya Influencer daripada Dosen atau Ahli?

Bedah lewat teori otoritas karismatik Max Weber dan krisis kepercayaan publik

Lo sadar nggak sih, sekarang orang lebih gampang percaya sama influencer yang review skincare atau ngomong soal politik di TikTok, daripada profesor yang udah riset bertahun-tahun?

Kayak dunia kebalik. Dulu, gelar akademik itu simbol kepercayaan. Sekarang, jumlah followers dan engagement rate yang jadi patokan. Pertanyaannya, kenapa bisa gitu? Apa manusia modern udah sebodoh itu, atau emang sistem kepercayaannya yang berubah?

Dunia yang Lelah dengan Otoritas Lama

Dulu banget, ilmu dianggap suci. Kalau dosen ngomong, ya berarti benar. Kalau ahli bicara, masyarakat denger.

Tapi makin ke sini, makin banyak yang sadar, otoritas formal nggak selalu jujur. Skandal akademik, politisasi riset, sampai kampus yang lebih sibuk ngejar ranking daripada kebenaran, bikin publik capek. Dari situ lah lahir krisis kepercayaan.

Orang jadi skeptis. Mereka ngerasa “yang pintar” sering ngomong tinggi tapi jauh dari realita. Sementara influencer ngomongnya santai, “kayak kita”, dan bisa bikin orang ngerasa didengerin. Akhirnya, karisma ngalahin kredensial.

Weber : Antara Otoritas Rasional dan Karismatik

Nah, Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang hidup di awal abad ke-20, punya teori yang masih relevan banget buat zaman sekarang.

Dia bilang, ada tiga bentuk otoritas :

  1. Tradisional, berdasarkan kebiasaan dan warisan (kayak raja, ulama, atau orang tua).
  2. Rasional-legal, berdasarkan aturan dan sistem (kayak pemerintah, profesor, dokter).
  3. Karismatik, berdasarkan daya tarik pribadi seseorang.

Nah, era digital ini kayaknya lagi dikuasai oleh otoritas karismatik. Karena orang lebih percaya pada keaslian dan kepribadian, bukan gelar atau struktur formal.

Influencer itu contoh paling nyata. Mereka punya kemampuan “ngomong kayak manusia biasa” di tengah dunia yang udah terlalu teknis dan dingin.

Dan manusia, pada dasarnya, lebih mudah jatuh cinta pada kehangatan daripada kebenaran objektif.

Krisis Kepercayaan Publik,  Siapa yang Salah?

Lo inget nggak waktu pandemi, di mana orang lebih percaya “dokter TikTok” daripada WHO? Atau pas ada teori konspirasi yang lebih viral daripada penjelasan ilmiah? Itu semua efek dari defisit kepercayaan.

Bukan karena masyarakat bodoh, tapi karena institusi terlalu sering gagal menjaga integritasnya. Dosen ngomong data, tapi nggak ngerti konteks sosial.

Ahli ekonomi bahas teori, tapi lupa banyak orang nggak punya uang buat makan.Ilmu kehilangan rasa empati. Dan di saat itu, influencer hadir, bukan dengan data, tapi dengan perasaan.

Mereka bilang: “Gue juga pernah ngerasain kayak lo.” Dan kalimat sederhana itu bisa lebih kuat daripada satu jurnal ilmiah.

Karisma di Era Algoritma

Zaman dulu, karisma itu bawaan. Tapi di era sekarang, karisma bisa dikurasi. Lighting bagus, tone suara hangat, storytelling kuat, semua bisa dilatih. Algoritma pun bantu milih siapa yang pantas jadi “tokoh terpercaya”.

Platform kayak Instagram, TikTok, atau YouTube menciptakan sistem seleksi buatan, yaitu yang paling engaging, paling sering muncul. Dan yang paling sering muncul, lama-lama dianggap paling benar.

Makanya, otoritas sekarang bukan hasil gelar, tapi hasil algoritma dan kedekatan emosional. Influencer bisa ngomong apapun, mulai dari skincare sampai politik, dan orang bakal manggut-manggut karena udah percaya duluan.

Otoritas yang Bergeser: Dari “Tahu Lebih” ke “Terasa Dekat”

Dulu, orang cari yang tahu lebih banyak. Sekarang, orang cari yang terasa lebih dekat. Itu perubahan besar dalam cara manusia menaruh kepercayaan.

Dosen bicara di ruang kelas. Influencer bicara di ruang makan lo, lewat HP, sambil lo makan mi instan. Dosen pakai istilah rumit. Influencer pakai emoji, humor, dan curhat. Siapa yang lebih manusiawi? Siapa yang bikin lo ngerasa terhubung?

Nah, itu jawabannya.

Tapi Apa Artinya Ilmu Nggak Penting Lagi?

Nggak juga, beb. Masalahnya bukan di “ahli”, tapi di cara ahli berkomunikasi. Ilmu nggak bisa cuma eksklusif di jurnal berbayar atau seminar kampus. Kalau ilmu nggak turun ke jalan, influencer yang bakal isi ruang kosong itu.

Jadi bukan berarti orang anti-ilmu, mereka cuma nyari versi yang lebih bisa diakses dan dimengerti. Mereka butuh sains yang punya wajah manusia. Dan ironisnya, justru influencer yang sekarang paling bisa “menerjemahkan” itu.

Antara Rasionalitas dan Rasa

Kalau mau jujur, manusia nggak sepenuhnya rasional. Kita bukan mesin logika, kita makhluk yang butuh cerita, butuh koneksi, butuh percaya. Jadi, ketika dosen kasih data tapi nggak kasih makna, sedangkan influencer kasih makna tanpa data, orang bakal milih yang kedua.

Tapi ini bukan akhir dunia, justru tantangan baru. Mungkin udah waktunya sains belajar bercerita. Belajar ngomong kayak manusia, bukan kayak footnote jurnal.

Filosofinya : Kebenaran Butuh Keintiman

Di dunia yang terlalu bising dan penuh distraksi, yang kita cari bukan cuma kebenaran, tapi keintiman. Kita pengen ngerasa dilihat, dimengerti, dan disapa dengan bahasa yang kita pahami. Influencer ngerti itu. Akademisi belum tentu.

Jadi kalau sekarang lebih banyak yang percaya influencer, itu bukan karena manusia makin bodoh. Tapi karena manusia makin butuh hubungan yang jujur. Dan kejujuran itu sering kali terasa lebih meyakinkan daripada fakta yang kaku.

Max Weber mungkin nggak pernah kebayang, teori otoritas karismatik yang dia tulis seratus tahun lalu bakal jadi realitas di dunia Instagram dan TikTok. Tapi faktanya, kita sekarang hidup di era :

influencer is the new authority.

Bukan karena dunia kekurangan ilmu, tapi karena dunia kehausan akan makna. Karena kadang, satu kalimat tulus dari seseorang yang lo percaya bisa lebih menyentuh daripada seribu data yang lo nggak pahami.

Jadi, mungkin solusinya bukan menolak influencer, tapi menggabungkan karisma dengan kredibilitas. Biar ilmu nggak cuma benar, tapi juga bisa nyentuh.


Inside Bila | Designed by Oddthemes | Distributed by Gooyaabi